Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Retorika Kosong, Two State Solution.?

 Pak, sebagai orang yang masih waras, saya tidak akan pernah mengakui Isra*l sebagai negara yang layak dijamin keselamatannya, apalagi disebut berdaulat. Sampai kapan pun, saya tidak akan seberani itu membenarkan narasi yang seolah-olah menutup mata dari penindasan terang-terangan yang mereka lakukan yang nyata terlihat di media. Maaf, Pak. Kali ini, semua pernyataan Bapak adalah blunder besar. Mengakui Isra*l sebagai negara berdaulat yang harus dijamin keselamatannya, di tengah kehancuran Gaza, adalah bentuk paling telanjang dari pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ini bukan lagi soal strategi diplomatik  ini soal apakah kita masih punya hati nurani atau tidak. Bagaimana mungkin sebuah entitas yang membombardir rumah sakit, membunuh anak-anak, menghancurkan tempat ibadah, dan memblokade akses makanan serta obat-obatan, masih dianggap “layak” dilindungi? Jika itu disebut sekadar blunder, maka ini adalah blunder yang fatal  yang mencoreng akal sehat dan memperm...

Dear Pemimpin Negeri

 Dear, Presidenku... Ditulis pada, 03 Mei 2025. Sulit dijelaskan, Pak, bagaimana kami harus bertingkah layaknya manusia pada umumnya. Dengan pola pikir sederhana pun, kami masih bisa hidup, masih bisa bertahan dalam deru kehidupan dan denyut sosial yang kadang timpang. Tapi, Pak... ini masih tapi Sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi tanah air, kami tak bisa menutup mata bahwa ada luka yang masih terbuka di ujung timur sana. Ada Papua, Pak. Ada harapan yang tak bersuara, ada manusia yang ingin dimanusiakan. Kami amat berterima kasih, ketika rakyat kecil mulai dimerdekakan. Ketika perut kenyang bukan sekadar janji. Tapi jangan lupa, Pak, bahwa merdeka tak hanya soal makan, tapi juga dihargai, dipeluk dalam kebijakan yang adil, dan didengar meski suaranya jauh dari pusat.  Orang-orang timur juga butuh di barat kan opini-opininya.

Bukan Puisi Hanya Suara Hati.

  Menjelang UAS, seharusnya aku belajar, atau sekadar menyentuh buku pelajaran yang setia menungguku selama satu semester ini. Tapi aku malah sibuk membuat kesepakatan baru menyusun janji yang tak pasti, membagi waktu yang tak cukup, dan akhirnya, pusing sendiri. Dua juta lima ratus, sekian. Assalamu'alaikum.

Solidaritas Palestina dari Tanah Tadulako

Puisi oleh Restiana Hatim Saya cuma mau bilang... jangan lupakan Palestina. Beberapa kali orang-orang menyampaikan bahwa ini bukan lagi tentang agama, tapi tentang kemanusiaan. Sedih memang... di mana kita tidak lagi membawa rasa kemanusiaan dalam bentuk solidaritas. Dan saya mau kita semua itu menjunjung tinggi kemanusiaan. Bayangkan... kepala anak kecil yang tinggal badannya. Ke mana kepalanya? Apakah untuk dijadikan pot bunga matahari? Saya tidak melucu. Tapi silakan tertawa dalam penderitaan yang tidak selesai ini. Heyyy... sudah capek telinga ini mendengar: hasbunallahu wani’mal wakil, ya Rabbi, ya Rasulullah, ya Ummi, Abi... ahkkk!  yang kini suara-suara itu hilang, ditelan bumi.