Menjadi Dewasa
Ternyata, lebih baik berteman dengan diri sendiri sepenuhnya, selamanya, seharusnya. Siapa yang benar-benar bisa kita anggap dalam hidup yang serba sendiri ini? Tak ada yang sungguh peduli pada apa yang kita rasakan, maka berusahalah sebaik mungkin untuk membahagiakan dirimu sendiri.
Semakin dewasa, semakin banyak kita belajar. Belajar introspeksi, belajar memahami diri sendiri. Dan pada akhirnya kita sadar, di balik diri yang dipaksa dewasa ini, ada anak kecil yang masih ingin bermain-main dengan setiap kejadian yang datang.
Anak kecil itu merusak ego kita yang mau terus bertumbuh menjadi lebih baik, seakan apa yang kita rencanakan untuk kehidupan selanjutnya tidak ada apa-apa nya. Lalu? Bagaimana selanjutnya? Apakah menjadi dewasa memang seberat ini? Memikul ego anak kecil, dan membiarkan luka-luka tumbuh tanpa disengaja..
Bagaimana jika ternyata, hidup ini bukan lagi tentang siapa pun, melainkan tentang kita dan perjalanan yang sedang kita jalani. Kita mulai berhenti memedulikan pendapat orang, cara mereka menjalani hidup, bahkan cara mereka menghadapi masalahnya.
Kita mulai paham, bahwa setiap orang punya ritme dan lukanya sendiri. Dan anehnya, dari ketidakpedulian itu lahir empati yang baru kita jadi antusias mendengarkan, padahal dulu, kita bahkan tak ingin tahu. Begitulah, hidup juga mengajarkan kita untuk
belajar dari cerita-cerita yang bukan milik kita
dari pengalaman yang berbeda,
dan dari luka yang tak serupa.
—restianahatim
Komentar
Posting Komentar