Postingan

"KEMERDEKAAN"

"Kemerdekaan"  karya : restianahatim (naskah puisi reflektif dan satiris) Hahaha, dasar anak muda. Sudah tak punya potensi yang bisa dibanggakan, hanya jadi beban negara. Ahk, sip. Tapi lihat aku aku masih punya mata, tangan, dan media sosial. Suarakan kebenaran, atau biarkan peradaban tenggelam? Kita ini munafik, berpura-pura tak punya hak atas negeri. Lalu, untuk apa hidup sebagai WNI? Ganti saja kartu keluargamu, dan pergilah. Saya? Saya memang tidak punya potensi. Tapi saya punya hak hak untuk bersuara, hak untuk hidup aman dan damai di negeri saya sendiri.  Biarpun dikatakan berprestasi, kalau negeriku tak aman, tak nyaman, semua itu sia-sia bila saya memilih diam. Rakyat munafik. Impianku: Singapura. Tapi diri ini terlalu nyaman di negeri merah putih. Hidup tanah air? Ahk, terlambat. Ia sudah mati. Bunganya ada di taman makam pahlawan, yang hanya dikunjungi setiap 17 Agustus katanya hari kemerdekaan. Lagi-lagi munafik. Merdeka tak ada harganya, tuan. Hanya jadi jargon d...

Baitul Maqdis —Ust Felix Siauw (Bagian Satu)

Baitul maqdis (part 1)   Teman-teman, di Palestina yang sekarang kita kenal, sebenarnya ada dua wilayah utama. Yang pertama adalah West Bank atau Tepi Barat Sungai Yordan, daerah ini cenderung lebih aman. Yang kedua adalah wilayah yang namanya Gaza, dan teman-teman tahu, Gaza sekarang dipimpin oleh yang namanya Hamas. Nah, dua wilayah ini  Gaza dan West Bank  berada di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Israel. Teman-teman juga pasti pernah dengar bahwa Gaza disebut sebagai “the world’s largest prison”  penjara terbesar di dunia. Kenapa? Karena Gaza ini seperti wilayah kecil yang menempel dengan Mesir di sebelah barat daya. Di situ ada satu-satunya pintu masuk dari Mesir yang disebut Rafah Crossing. Selain pintu Rafah, ada tujuh pintu perbatasan lainnya yang semuanya langsung berbatasan dengan Israel. Di sisi barat, Gaza berbatasan langsung dengan Laut Mediterania. Jadi Gaza ini seperti terkurung dari segala arah. Mau ke Mesir atau ke Israel, semuanya dibatas...

Retorika Kosong, Two State Solution.?

 Pak, sebagai orang yang masih waras, saya tidak akan pernah mengakui Isra*l sebagai negara yang layak dijamin keselamatannya, apalagi disebut berdaulat. Sampai kapan pun, saya tidak akan seberani itu membenarkan narasi yang seolah-olah menutup mata dari penindasan terang-terangan yang mereka lakukan yang nyata terlihat di media. Maaf, Pak. Kali ini, semua pernyataan Bapak adalah blunder besar. Mengakui Isra*l sebagai negara berdaulat yang harus dijamin keselamatannya, di tengah kehancuran Gaza, adalah bentuk paling telanjang dari pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Ini bukan lagi soal strategi diplomatik  ini soal apakah kita masih punya hati nurani atau tidak. Bagaimana mungkin sebuah entitas yang membombardir rumah sakit, membunuh anak-anak, menghancurkan tempat ibadah, dan memblokade akses makanan serta obat-obatan, masih dianggap “layak” dilindungi? Jika itu disebut sekadar blunder, maka ini adalah blunder yang fatal  yang mencoreng akal sehat dan memperm...

Dear Pemimpin Negeri

 Dear, Presidenku... Ditulis pada, 03 Mei 2025. Sulit dijelaskan, Pak, bagaimana kami harus bertingkah layaknya manusia pada umumnya. Dengan pola pikir sederhana pun, kami masih bisa hidup, masih bisa bertahan dalam deru kehidupan dan denyut sosial yang kadang timpang. Tapi, Pak... ini masih tapi Sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi tanah air, kami tak bisa menutup mata bahwa ada luka yang masih terbuka di ujung timur sana. Ada Papua, Pak. Ada harapan yang tak bersuara, ada manusia yang ingin dimanusiakan. Kami amat berterima kasih, ketika rakyat kecil mulai dimerdekakan. Ketika perut kenyang bukan sekadar janji. Tapi jangan lupa, Pak, bahwa merdeka tak hanya soal makan, tapi juga dihargai, dipeluk dalam kebijakan yang adil, dan didengar meski suaranya jauh dari pusat.  Orang-orang timur juga butuh di barat kan opini-opininya.

Bukan Puisi Hanya Suara Hati.

  Menjelang UAS, seharusnya aku belajar, atau sekadar menyentuh buku pelajaran yang setia menungguku selama satu semester ini. Tapi aku malah sibuk membuat kesepakatan baru menyusun janji yang tak pasti, membagi waktu yang tak cukup, dan akhirnya, pusing sendiri. Dua juta lima ratus, sekian. Assalamu'alaikum.

Solidaritas Palestina dari Tanah Tadulako

Puisi oleh Restiana Hatim Saya cuma mau bilang... jangan lupakan Palestina. Beberapa kali orang-orang menyampaikan bahwa ini bukan lagi tentang agama, tapi tentang kemanusiaan. Sedih memang... di mana kita tidak lagi membawa rasa kemanusiaan dalam bentuk solidaritas. Dan saya mau kita semua itu menjunjung tinggi kemanusiaan. Bayangkan... kepala anak kecil yang tinggal badannya. Ke mana kepalanya? Apakah untuk dijadikan pot bunga matahari? Saya tidak melucu. Tapi silakan tertawa dalam penderitaan yang tidak selesai ini. Heyyy... sudah capek telinga ini mendengar: hasbunallahu wani’mal wakil, ya Rabbi, ya Rasulullah, ya Ummi, Abi... ahkkk!  yang kini suara-suara itu hilang, ditelan bumi. 

Menjadi Dewasa

Ternyata, lebih baik berteman dengan diri sendiri sepenuhnya, selamanya, seharusnya. Siapa yang benar-benar bisa kita anggap dalam hidup yang serba sendiri ini? Tak ada yang sungguh peduli pada apa yang kita rasakan, maka berusahalah sebaik mungkin untuk membahagiakan dirimu sendiri. Semakin dewasa, semakin banyak kita belajar. Belajar introspeksi, belajar memahami diri sendiri. Dan pada akhirnya kita sadar, di balik diri yang dipaksa dewasa ini, ada anak kecil yang masih ingin bermain-main dengan setiap kejadian yang datang. Anak kecil itu merusak ego kita yang mau terus bertumbuh menjadi lebih baik, seakan apa yang kita rencanakan untuk kehidupan selanjutnya tidak ada apa-apa nya. Lalu? Bagaimana selanjutnya? Apakah menjadi dewasa memang seberat ini? Memikul ego anak kecil, dan membiarkan luka-luka tumbuh tanpa disengaja..  Bagaimana jika ternyata, hidup ini bukan lagi tentang siapa pun, melainkan tentang kita dan perjalanan yang sedang kita jalani. Kita mulai berhenti memeduli...